Rabu, 06 Juni 2012

Bung Karno dan kakek Marhaen

Share this history on :

Marhaen adalah seorang petani kecil yang menginspirasi presiden pertama RI, Soekarno. Soekarno mendengungkan nama Marhaen dalam pidato pembelaan Indonesia Menggugat, Agustus 1930. Mengecam penjajahan kolonial karena membuat para pemilik tanah yang menggarap lahannya sendiri dan peralatan pribadi tetap hidup miskin.

Mungkin masih bisa kita kenang, bagaimana dialog antara Bung Karno dengan Marhaen. Ketika itu, Bung Karno masih menuntut ilmu di Sekolah Teknik Tinggi Bandung, sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB), berjalan-jalan ke daerah Bandung sebelah selatan dan bertemu dengan seorang petani bernama Marhaen.

Dalam dialognya yang berbahasa Sunda itu kurang lebih artinya seperti ini: "Bapak, ini sawah milik siapa?
"Milik saya, anugerah Tuhan.
"Cangkul ini milik siapa?"
"Saya."
"Kalau peralatan-peralatan itu semua milik siapa?"
"Punya saya."
"Sawah ini kau beli?
"Tidak, tapi warisan turun-temurun, sebagai anugerah Tuhan.
"Digarap oleh siapa?
"Oleh saya.
"Hasilnya untuk siapa?
"Dinikmati oleh saya sekeluarg
"Apakah itu cukup untuk keperluan kamu?"
"Hasilnya pas-pasan untuk mencukupi hidup kami."
"Apakah kamu juga bekerja menggarap tanah orang?"
"Tidak. Saya harus bekerja keras. Semua tenaga saya untuk lahan saya sendiri."
"Tapi kawan, hidup kamu dalam kemiskinan?"
"Benar, saya hidup dalam kemiskinan." 

 
 

Percakapan inilah yang menjadi dasar inspirasi Bung Karno dalam menciptakan karya utamanya, Marhaenisme. Marhaen dalam pikiran Bung Karno adalah pemilik jiwa nasionalisme dan demokrasi, manusia merdeka dan mandiri. Tidak menggantungkan kepada siapa pun dalam mencukupi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More