Senin, 14 Mei 2012

Seiman Lapuk

Share this history on :

Engkau hancur, manisku!
dilumat patah kata tak terarah, padahal kalau saja
boleh aku sanjung: bidadari ada di lipatan ketiakmu,
maharani pun malu tatap bayang batang hidungmu.

Engkau telah menjelma seorang pengecut yang sengaja
kau biarkan panasnya bakar kulit hitam manismu, hingga
sepertiga namamu kau penggal dari indah labuhan maknanya.
Sekali ini kau coba bermain, namun sekali ini kau lekat
di bawah terompahku yang sengaja kuinjakkan tahi.
Kau remas mahkota jadi sebuah duka, kau busungkan
dada yang tak menggoda. Walau kata temanku: demi kebaikanmu.

Apa kebaikan mesti dibungkus dengan darah
perawan; sudah tak adakah arti sunyi malam yang
selalu kau nodai dengan dzikir; di mana kau campakkan senyum
yang buat pejantan akui kebodohan; kemana kau buang
butir-butir tasbih yang berputar dengan mukamu yang tengadah?

Aku yakin,
kau tetap menawan - meski kadang kau amat tolol - karena setiap
air matamu kusaksikan nyata telah basahi
sajadah iman di balik rumbai-rumbainya, dan
aku nylonong begitu saja untuk meminumnya.



Ditulis oleh Kholid Moh. Jamal

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More