SEORANG ulama terkemuka, Imam Sahl bin Abdullah Al-Tastari menuturkan kisah dirinya, “ketika berumur 3 tahun, aku ikut pamankun yaitu Muhammad bin Sanwar untuk melakukan qiyamullail. Aku melihat cara sholat pamanku dan aku menirukan gerakannya. Suatu hari, paman berkata kepadaku,’Apakah kau mengingat Alloh, yang menciptakanmu?’ Aku menukas, ‘Bagaimana caranyaaku mengingatnya?’ Beliau menjawab, ‘anaku, jika kau berganti pakaian dan hendak tidur, katakanlah 3 kali dalam hatimu, tanpa menggerakan lisanmu, ‘Allahu ma’i…Allahu naadhiri…Allahu syahidi!’ (artinya, Allah bersamaku, Alloh melihatku, Allah menyaksikanku!) Aku menghafalkan kalimat itu, lalu mengucapkan bermalam – malam. Kemudian, aku menceritakan hal ini kepada paman. Pamanku berkata, ‘mulai sekarang, ucapkan zikir itu sepuluh kali setiap malam.’ Aku melalukannya, aku resapi maknanya, dan aku merasakan ada kenikmatan dalam hatiku. Pikiran terasa terang. Aku merasa senantiasa bersama Alloh Swt. Satu tahun setelah itu pamanku berkata, ‘jagalah apa yang aku ajarkan padamu, dan langgengkanlah sampai kau masuk kubur. Zikir itu akan bermanfaat bagimu di dunia & di akhirat.’ Lalu pamanku berkata,’Hai Sahl, orang yang merasa selalu disertai Alloh, dilihat Alloh, dan disaksikan Alloh, akankah dia melakukan maksiat?’
Kalimat Allohu mai, Allohu naadhiri, Allohu syahidi! Sangat terkenal dikalangan ulama arif billah. Bahkan syeikh Al-Azhar; Imam Abdul Halim Mahmud, yang dikenal sebagai ulama arif billah menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menancapkan kalimat ini didalam hati. Maknanya yang dahyat, jika dihayati dengan sunggunh – sungguh, akan mendatangkan rasa ma’iyatullah (selalu merasa disertai, dilihat, dan disaksikan oleh Alloh Swt, dimana & kapan saja)
Pada akhirnya, rasa ini akan menumbuhkan taqwa yang tinggi kepada Alloh Swt. Kalau sudah begitu, apakah orang yang merasa selalu disertai, dilihat, dan disaksikam Allah akan melakukan maksiat?
0 komentar:
Posting Komentar